Kamis, 24 Januari 2013

Lirik dan MP3 SHOLATUN BISSALAMIL MUBIN

Lirik SHOLATUN BISSALAMIL MUBIN

Sholatun bisalamil mubin…linugthotit ta’yii ni ya ghoroomii)6X

Nabiyyuna kaana ashlattak wiini….min ngahdi kun fayakuunu yaa ghoroomii(2X)

back to *(2X)

Ayaman ja’ana khakkon nadhiiri…mughiitsan musbilan subularoshaadi(2X)

back to *(2X)

Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah (4X)

Rosulullahiyaa dhowiil jabiini… wayaamanja’abil khakkil mubiin(2X)

back to *(2X)

Sholatulam tazal tutlaa ngalaika…kami’ thorin nasiim tuhdaa ilaika (2X)

back to * (2X)

video  SHOLATUN BISSALAMIL MUBIN


 MP 3 SHOLATUN BISSALAMIL MUBIN

http://www.4shared.com/audio/rSL5Kl0U/Habib_Syech_Sholatun_Bi_Salami.html

http://www.4shared.com/audio/aQCmNXWv/habib_syech_-_sholatun_bissala.html

ANAK KECIL ,,MANA BAKAT DAN AHLI MU WAHAAI YANG SUDAH 40 TAHUN/

SHOLATUN BISSALAMIL MUBIN - HABIB SYECH-YouTube

SELAMAT HARI BESAR ISLAM MAULID NABI 2013 UNTUK SAWDARA MUSLIM KU DI MANA PUN BERADA

Senin, 21 Januari 2013

Lirik lagu Celine Dion My Heart Will Go On

Everynight in my dreams
I see you, I feel you
That is how I know you go on

Far across the distance
And spaces between us
You have come to show you go on

Near, far, wherever you are
I believe that the heart does go on


Once more, you open the door
And you're here in my heart
And my heart will go on and on

Love can touch us one time
And last for a lifetime
And never let go till we're one

Love was when I loved you
One true time I hold to
In my life we'll always go on


near, far, wherever you are
I believe that the heart does go on

Once more, you open the door
And you're here in my heart
And my heart will go on and on

[... There is some love
That will not go away]

You're here, there's nothing I fear
And I know that my heart will go on
We'll stay forever this way
You are safe in my heart
And my heart will go on and on

Minggu, 13 Januari 2013

Maher Zain Tuntun Aku Padamu Free MP3 Download | Mp3 Take

Maher Zain Tuntun Aku Padamu Free MP3 Download | Mp3 Take

Blog EngMan Ryadi Smansa: Site: Meneruskan Pesan Masuk Dengan Sms Forwarder ...

Blog EngMan Ryadi Smansa: Site: Meneruskan Pesan Masuk Dengan Sms Forwarder ...: ERYADI Site: Meneruskan Pesan Masuk Dengan Sms Forwarder Pro v2... : Pengalihan panggilan ke nomor lain pasti sudah tidak asing lagi bagi k...

Blog EngMan Ryadi Smansa: TRIK EDIT FILE TAG MP3

Blog EngMan Ryadi Smansa: TRIK EDIT FILE TAG MP3: ERYADI Site: TRIK EDIT FILE TAG MP3 : Saya punya sebuah trik nih sob yang berhubungan dengan file tag mp3. Tahu gak sob apa itu file tag mp3...

Blog EngMan Ryadi Smansa: : Cara Membuat Skin Music Player sendiri

Blog EngMan Ryadi Smansa: : Cara Membuat Skin Music Player sendiri:  Cara Membuat Skin Music Player sendiri : Sekarang sudah ada cara untuk menambahkan berbagai skin ke ponsel nokia s40 anda, skin yang akan ...

Blog EngMan Ryadi Smansa: ERYADI: Aplikasi untuk mengembalikan SMS yang tela...

Blog EngMan Ryadi Smansa: ERYADI: Aplikasi untuk mengembalikan SMS yang tela...:  Aplikasi untuk mengembalikan SMS yang telah di hap... : Apakah anda pernah kehilangan SMS penting bangeet,,,??? dan anda bingung... mulai...

Blog EngMan Ryadi Smansa: ERYADI: Aplikasi untuk mengembalikan SMS yang tela...

Blog EngMan Ryadi Smansa: ERYADI: Aplikasi untuk mengembalikan SMS yang tela...:  Aplikasi untuk mengembalikan SMS yang telah di hap... : Apakah anda pernah kehilangan SMS penting bangeet,,,??? dan anda bingung... mulai...

Blog EngMan Ryadi Smansa: Video Khutbah Jumat - Sikap Benar Terhadap Nabi Is...

Blog EngMan Ryadi Smansa
: Video Khutbah Jumat - Sikap Benar Terhadap Nabi Is...

Blog EngMan Ryadi Smansa: KHUTBAH JUMAT

Blog EngMan Ryadi Smansa: KHUTBAH JUMAT: Gaya Hidup Islami dan Jahili on March 20, 2012 in Akhlak dan Muamalah , Nasehat with 4 Comments · 5,755 Dalam pan...

Blog EngMan Ryadi Smansa: naik motor jangan ngebut tong.flv

Blog EngMan Ryadi Smansa: naik motor jangan ngebut tong.flv

Blog EngMan Ryadi Smansa: BAHAYA GAK MAU BAYAR HUTANG,,BAYAR WOII

Blog EngMan Ryadi Smansa: BAHAYA GAK MAU BAYAR HUTANG,,BAYAR WOII: Bahaya Orang yang Enggan Melunasi HUTANG Alhamdulillahi robbil ‘alamin. Allahumma sholli ‘ala nabiyyina Muhammad, wa ‘ala alihi...

Blog EngMan Ryadi Smansa: calon suami soleh,,

Blog EngMan Ryadi Smansa: calon suami soleh,,: بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِÙŠْـــــمِ SIFAT LELAKI / CALON / SUAMI YANG SOLEH . Kadang kala kita salah da...

Blog EngMan Ryadi Smansa: CIRI-CIRI ISTERI YANG DIBANGGAKAN SUAMI

Blog EngMan Ryadi Smansa: CIRI-CIRI ISTERI YANG DIBANGGAKAN SUAMI: Assalamu'alaikum Wr. Wb. "CIRI-CIRI ISTERI YANG DIBANGGAKAN SUAMI" - Seorang isteri yang senantiasa bertakwa kepada Allah...

Blog EngMan Ryadi Smansa: kisah uang seratus ribu dan uang sepuluh ribu

Blog EngMan Ryadi Smansa: kisah uang seratus ribu dan uang sepuluh ribu: (Cerita ini sekedar intermezzo aja, semoga bermanfaat bagi kita semua) Uang Rp.1000 dan Rp 100.000 sama-sama terbuat dari ...

Blog EngMan Ryadi Smansa: Cara Mempersulit Jodoh

Blog EngMan Ryadi Smansa: Cara Mempersulit Jodoh: Dari begitu banyak data, akan dihasilkan sedikit data tersaring bila terlalu banyak pasang kriteria,   Begitu pula dalam men...

Jumat, 11 Januari 2013

JANGAN PUNYA TETANGGA YANG JAHAT

Kirim Print
dakwatuna.com - Tetangga adalah masalah penting dalam hidup kita. Karena itu, disikapi secara serius. Sebab, tetangga memiliki pengaruh yang tidak kecil terhadap keluarga kita. Apalagi jika kita tinggal di lingkungan yang rumahnya saling berdekatan, tidak peduli berbentuk flat, kondominium, apartemen, perumahan RSSS, atau gubuk pinggir kali lengkap dengan gang senggolnya.

Rasulullah saw. mengabarkan bahwa ada empat hal termasuk kebahagiaan dan salah satunya adalah mendapat tetangga yang baik. Nabi juga menyebutkan empat hal termasuk kesengsaraan dan salah satunya adalah mendapat tetangga yang jahat. Karena itu Rasulullah saw. berdoa, “Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari tetangga yang jahat di rumah tempat tinggal, karena tetangga nomaden (hidup berpindah-pindah) akan pindah.”

Rasulullah saw. pun memerintahkan umat Islam untuk berlindung dari hal yang sama, “Berlindunglah kalian kepada Allah dari tetangga yang jahat di rumah tempat tinggal, karena tetangga yang nomaden akan berpindah daripadamu.”

Jika perinci pengaruh tetangga jahat terhadap keluarga kita, suami atau isteri, dan anak-anak serta berbagai gangguan yang menyakitkan yang ditimbulkannya, tentu banyak sekali. Intinya hidup kita jadi serba susah bersebelahan dengan tetangga yang jahat. Karena itu, seorang muslim harus mengamalkan kaidah ini: pilih tetangga sebelum memilih rumah.

Jika Anda punya kontrakan berpintu-pintu, jangan sampai menghadirkan tetangga yang jahat. Lebih baik disewa tetangga yang baik meski sedikit rugi dari sisi materi. Sebab, tetangga yang baik tak bisa dihargai dengan materi. Berapapun besarnya.

Memuliakan Tetangga

Berbuat baik kepada tetangga juga menjadi perhatian serius ajaran Islam. Perhatikan firman Allah Taala,

ÙˆَبِالْÙˆَالِدَÙŠْÙ†ِ Ø¥ِØ­ْسَانًا ÙˆَبِØ°ِÙŠ الْÙ‚ُرْبَÙ‰ ÙˆَالْÙŠَتَامَÙ‰ ÙˆَالْÙ…َسَاكِينِ Ùˆَالْجَارِ Ø°ِÙŠ الْÙ‚ُرْبَÙ‰ Ùˆَالْجَارِ الْجُÙ†ُبِ Ùˆَالصَّاحِبِ بِالْجَÙ†ْبِ ÙˆَابْÙ†ِ السَّبِيلِ ÙˆَÙ…َا Ù…َÙ„َÙƒَتْ Ø£َÙŠْÙ…َانُÙƒُÙ…ْ

“Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisa: 36)

Nabi Muhammad saw. pun mengingatkan kita agar selalu berbuat baik kepada tetangga. Ibnu Umar dan Aisyah r.a. berkata, Nabi saw. bersabda, “Jibril selalu menasihatiku untuk berlaku dermawan terhadap para tetangga, hingga rasanya aku ingin memasukkan tetangga-tetangga tersebut ke dalam kelompok ahli waris seorang muslim.” (Bukhari dan Muslim)

Abu Dzarr r.a. berkata, bersabda Rasulullah saw., “Hai Abu Dzarr, jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya dan perhatikan (bagilah tetanggamu).” (Muslim)

Abu Hurairah berkata, bersabda Nabi saw., “Demi Allah, tidak beriman, demi Allah, tidak beriman, demi Allah, tidak beriman.” Ditanya, “Siapa, ya Rasulullah?” Jawab Nabi, “Orang yang tidak aman tetangganya dari gangguannya.” (Bukhari dan Muslim)

Abu Hurairah berkata, bersabda Nabi saw. “Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah memuliakan tetangganya.” (Bukhari dan Muslim)

Nabi juga bersabda, “Orang yang tidur dalam keadaan kenyang sedangkan tetangganya lapar, bukanlah umatku.”

Namun yang harus kita perhatikan, hak-hak tetangga itu tidak ditujukan bagi tetangga kita yang muslim saja. Tentu tetangga muslim kita punya hak tambahan dari tetangga non-muslim, yaitu hak sebagai saudara (ukhuwah Islamiyah). Tapi dalam hubungan bertetangga, hak-haknya sejajar dengan tetangga kita dari kalangan non-muslim.

Berbuat baik dan memuliakan tetangga adalah pilar terciptanya kehidupan sosial yang harmonis. Apabila seluruh kaum muslimin mengamalkan perintah Allah swt. dan Nabi saw. ini, tentu tidak akan terjadi kerusuhan, tawuran, ataupun konflik di kampung tempat mereka tinggal.

Kiat Praktis Memuliakan Tetangga

1. Sering-seringlah bertegur sapa. Tanyai keadaan kesehatan mereka.

2. Berikanlah kepada mereka sebagian makanan yang kita makan.

3. Bawakan sekadar buah tangan buat mereka apabila kita kembali dari bepergian jauh.

4. Bantulah mereka apabila sedang mengalami musibah ataupun menyelenggarakan hajatan.

5. Berilah kepada anak-anak mereka sesuatu yang menyenangkan baik berupa makanan ataupun mainan.

6. Sesekali undanglah mereka makan bersama di rumah.

7. Berikanlah hadiah kaset, buku bacaan yang mendorong mereka untuk lebih memahami Islam.

8. Ajaklah mereka sesekali ke acara pengajian atau majelis taklim, atau pergilah bersama mereka memenuhi suatu undangan walimah apabila mereka juga diundang.

Jika Anda amalkan, insya Allah, Anda akan menjadi tetangga yang baik buat keluarga yang tinggal di sebelah rumah Anda.


Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/berdoalah-jangan-sampai-punya-tetangga-jahat/

KERJA SAMA SESAMA MUSLIM

Kirim Print
dakwatuna.com – “…Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa dan janganlah kalian tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaan-Nya“. Al-Ma’idah:2
Ayat ini merupakan penutup dari pembicaraan ayat yang cukup panjang yang memuat beberapa hukum Allah swt dalam bentuk larangan; janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang hadyi dan binatang-binatang qalaa‘id, jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah untuk mencari kurnia dan ridha Allah, dan terakhir janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka) sehingga bisa difahami bahwa hukum Allah tidak akan mungkin ditegakkan sendiri-sendiri tanpa kerjasama dari seluruh pihak (ta’awun).

Karena ayat ini juga berada sebelum ayat yang terakhir kali turun, yaitu ayat “Pada hari ini telah Kusempurnakan bagimu agamamu, dan telah Kusempurnakan juga nikmatKu atasmu dan telah Kuridhai Islam sebagai agamamu“, maka berarti kandungan ayat ini merupakan pesan terakhir Allah swt kepada seluruh hamba-Nya.

Yang menarik bahwa redaksi seperti ayat ini “Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa” ternyata hanya tersebut sekali dalam Al-Qur’an, sehingga ayat ini harus difahami dalam konteks umum; umum dari segi sasarannya dan umum dari segi jenis kebaikan yang dituntutnya.

Sungguh sebuah pesan universal dari Islam yang merupakan karakter dan fitrah dasarnya sebagai Rahmatan lil Alamin.

Ibnu Katsir memahami makna umum ayat ini berdasarkan redaksinya tolong menolonglah kalian bahwa Allah swt memerintahkan semua hamba-Nya agar senantiasa tolong menolong dalam melakukan kebaikan-kebaikan yang termasuk kategori Al-Birr dan mencegah dari terjadinya kemungkaran sebagai realisasi dari takwa. Sebaliknya Allah swt melarang mendukung segala jenis perbuatan batil yang melahirkan dosa dan permusuhan.

Selanjutnya Ibnu Katsir mengetengahkan dua hadits untuk memperkuat dan menjelaskan ayat ini, yaitu:

Pertama, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang berbunyi, “Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar atas perlakuan mereka adalah lebih baik dan besar pahalanya daripada mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak bersabar atas perilaku mereka” (Imam Ahmad).

Kedua, hadits yang menyebutkan tentang perintah menolong siapapun, baik yang terzhalimi maupun yang menzhalimi. Rasulullah saw bersabda, “Tolonglah saudaramu yang menzhalimi dan yang terzhalimi”. Maka para sahabat bertanya, “Menolong yang terzhalimi memang kami lakukan, tapi bagaimana menolong orang yang berbuat zhalim?”. Rasulullah menjawab, “Mencegahnya dari terus menerus melakukan kezhaliman itu berarti engkau telah menolongnya”. (Bukhari dan Ahmad).

Senada dengan Ibnu Katsir, keumuman maksud ayat difahami juga oleh Imam As-Sa’di. Beliau mendefinisikan Al-Birr yang diperintahkan oleh Allah swt untuk bekerjasama menghadirkannya adalah segala bentuk perbuatan yang dicintai dan diridhoi Allah swt, baik perbuatan lahir maupun batin, perbuatan yang terkait dengan hak-hak Allah swt maupun hak sesama manusia.

Sedangkan itsmi adalah seluruh bentuk perbuatan yang dibenci oleh Allah swt. dan Rasul-Nya, dari perbuatan yang lahir maupun yang batin.

Secara redaksional juga, Allah swt memadukan dalam ayat ini antara perintah dan laranganNya “tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa dan janganlah kalian tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan dengan mendahulukan konsep tahliyah ‘hiasan akhlak yang mulia’ yang berupa ta’awun (kerjasama) dalam kebaikan dan takwa atas konsep takhliyah ‘pelepasan akhlak yang buruk’ dalam bentuk membebaskan diri dari perilaku ta’awun atas dosa dan permusuhan adalah untuk memperkuat sisi ta’awun dalam kebaikan sehingga senantiasa mewarnai dan dominan di tengah masyarakat. Karena demikian, perilaku sebaliknya tidak akan muncul di tengah-tengah masyarakat.

Dengan mendahulukan perintah ta’awun sebelum larangan-Nya juga menurut Abu Su’ud adalah karena yang diinginkan dari larangan ta’awun dalam dosa adalah hadirnya ta’awun dalam kebaikan, sehingga bukan sekadar tidak wujudnya ta’awun dalam dosa, tetapi lebih dari itu, akan senantiasa hadir bentuk ta’awun dalam segala jenis kebaikan dan takwa.

Dalam pandangan Al-Mawardi seperti yang dinukil oleh Al-Qurthubi bahwa perintah ta’awun untuk menghadirkan kebaikan dan ketakwaan di tengah-tengah manusia merupakan sebuah perintah yang memiliki korelasi dengan prinsip ‘hablum minallah dan hablum minannas’; ta’awun dalam kebaikan yang bersifat umum merupakan sarana untuk menjaga hubungan baik dengan manusia, sedangkan ta’awun dalam takwa merupakan sarana untuk meraih ridha Allah swt. Sehingga tidak sempurna jika ta’awun itu hanya dalam Al-Birr, tetapi harus diteruskan dalam konteks takwa juga.

Lebih rinci Asy-Syaukani melihat korelasi petikan ayat ini dengan sebelumnya yang berbicara tentang larangan menimbulkan permusuhan bahwa untuk menghilangkan permusuhan memang harus dibangun melalui komitmen bersama untuk saling tolong menolong dan kerjasama dalam segala bentuk amal kebaikan dan takwa. Menurut beliau Al-Bir dan At-Taqwa memiliki arti yang sama, penyebutan keduanya dalam ayat ini hanya untuk penguatan “ta’kid”.

Sedangkan menurut Ibnu Athiyah, Al-Birr dan At-Taqwa keduanya hanya dibedakan berdasarkan kategorinya saja; Al-Birr mencakup perbuatan yang wajib dan sunnah sedangkan At-Taqwa khusus pada perbuatan yang wajib.

Sementara itu, Al-Mawardi membedakan keduanya berdasarkan tujuannya; Al-Birr tujuannya untuk mendapat ridha manusia, sedangkan At-Taqwa untuk meraih ridho Allah swt. Dan mereka yang mampu memadukan keduanya, maka sempurnalah kebahagiaan dan kenikmatannya.

Konsep Ta’awun yang diperintahkan Allah swt melalui ayat di atas sesungguhnya akan memudahkan pekerjaan, memperluas wilayah maslahat dan menampilkan persatuan dan keutuhan umat.

Dan perintah ini difahami oleh Ibnu ‘Asyur bersifat umum dan tidak terbatas dengan siapapun, sampai dengan non muslim sekalipun, selama itu dalam konteks Al-Birr (kebaikan), karena kebaikan adalah milik semua manusia. Apalagi kemudian pada realitasnya upaya Al-I’tida’ atau permusuhan biasanya dilakukan dengan bentuk ta’awun juga, maka dalam ayat ini Allah swt perintahkan agar ta’awun itu diarahkan pada hal-hal yang positif berupa kebaikan dan meningkatkan takwa manusia, bukan sebaliknya.

Bentuk ta’awun secara aplikatif, dijabarkan oleh Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya. Beliau menyebutkan sebagai contoh misalnya beberapa bentuk ta’awun yang bisa dilakukan berdasarkan ayat ini, diantaranya: seorang alim membantu manusia dengan ilmunya, seorang yang kaya membantu orang lain dengan hartanya, seorang yang berani membantu dengan keberaniannya berjuang di jalan Allah swt dan begitu seterusnya. Masing-masing membantu orang lain sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dimilikinya.

Inilah puncak dari akhlak yang mulia yang dikehendaki melalui ayat ini.

Sayyid Quthb menyebutkan bahwa akhlak ayat ini merupakan puncak dari pengendalian diri dan lapang dada seorang muslim terhadap saudaranya dan terhadap siapapun.

Sejarah membuktikan bahwa pola pembinaan Rasulullah mampu menghantarkan orang Arab berakhlak dengan akhlak ini, padahal sebelumnya yang menjadi kebiasaan mereka justru tolong menolong dan kerjasama dalam kebatilan, kemaksiatan dan permusuhan antar sesama atas nama “ashabiyah (fanatisme)”.

Demikianlah akhlak mulia yang semestinya menjadi warna keseharian umat Islam. Apalagi dalam konteks sekarang, membangun hubungan kerjasama dan koalisi dengan siapapun dalam kerangka menegakkan kebaikan “Al-Birr” merupakan satu keniscayaan, karena keterbatasan dan ketidak mampuan kita, demikian juga karena besar dan luasnya tanggung jawab kita terhadap penegakkan hukum-hukum Allah swt.

Sungguh konsep ta’awun yang ditawarkan oleh Allah swt. melalui ayat ini akan mampu meredam dan membendung derasnya arus kemaksiatan dan permusuhan yang juga dibangun dengan prinsip ta’awun yang solid dan berkesinambungan.

Saatnya kita mulai mengasah sensitifitas kerjasama di antara kita dalam menghadirkan kebaikan dan keberkahan di tengah bangsa ini.

Semoga Allah swt meridhai segala usaha kita untuk mengaplikasikan ayat ini dalam bentuk ta’awun yang riil dalam kehidupan sehari-hari. Allahu alam


Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/taawun-menghadirkan-kebaikan-dan-takwa/

KEPEDULIAN KEPADA SESAM MUSLIM

Kirim Print
Dari Hudzaifah Bin Yaman r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, ”Siapa yang tidak ihtimam (peduli) terhadap urusan umat Islam, maka bukan golongan mereka.” (HR At-Tabrani)

Hadits ini banyak diriwayatkan oleh ahli hadits dengan lafadz dan sanad yang berbeda. Dan dari semua sanad yang berbeda, para ulama hadits mempermasalahkan keshahihannya. Tetapi para ulama sepakat bahwa secara lafadz dan makna hadits ini adalah benar dan tidak bertentangan dengan nilai Islam yang universal. Secara makna hadits ini sesuai dengan nilai-nilai Islam yang terkait dengan ukhuwah Islamiyah, baik yang disebutkan dalam Al-Qur’an maupun hadits. Allah swt. berfirman: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (Al-Hujuraat: 10)

Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang-orang beriman dalam kecintaan, kasih-sayang dan ikatan emosional ibarat satu tubuh. Jika salah satu anggotanya sakit, mengakibatkan seluruh anggota tidak dapat istirahat dan sakit panas.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Ukhuwah

Ihtimam atau kepedulian, perhatian dan keprihatian kepada nasib umat Islam adalah kata kunci dari ukhuwah Islam. Kepedulian menunjukkan kepekaan hati dan jiwa yang hidup sehingga ketika melihat saudaranya menderita, terzhalimi dan sakit, maka ia akan merasakan apa yang dialami saudaranya. Kemudian berupaya sekuat tenaga memberikan bantuan yang bisa dilakukan.

Tiada ukhuwah tanpa kepedulian. Dan ukhuwah merupakan bukti dari keimanan seseorang. “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara….” (Al-Hujuraat 10).

Husnuzhon

Tingkatan ukhuwah yang paling rendah adalah husnudzon (berbaik sangka) atau bersih hati (salamatul qalb) dan tidak melukai hati saudaranya. Firman Allah Ta’ala, ”….dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr: 10)

Dalam sebuah hadits riwayat At-Tirmidzi, Al-Hakim, dan An-Nasai, Anas bin Malik r.a. berkata, ketika kami sedang bersama Rasulullah saw., beliau bersabda, “Akan datang sekarang seorang dari penghuni surga.” Maka muncullah seorang dari Anshar, janggutnya basah bekas wudhu dan tangan kirinya membawa sandal. Keesokan harinya, Rasulullah saw. berkata lagi, “Akan datang sekarang seorang dari penghuni surga.” Maka datanglah lelaki itu dalam kondisi seperti kemarin. Keesokan harinya, Rasulullah saw. berkata seperti kemarin. Dan muncullah lelaki itu. Maka tatkala lelaki itu bangun, Abdullah bin Amru bin Al-Ash berkata, ”Saya berselisih dengan ayahku dan berjanji tidak masuk kerumahnya tiga hari. Jika anda membolehkan saya tinggal di rumahmu sampai janjiku selesai, maka aku akan lakukan.” Maka lelaki itu berkata, ”Boleh.”

Berkata Anas, ”Abdullah tidur di rumahnya. Di malam pertama, tidak melihatnya sholat malam, kecuali ketika dia akan tidur melakukan dzikir dan takbir sampai bangun untuk shalat Shubuh. Saya tidak mendengarnya berkata kecuali yang baik-baik. Ketika sudah lewat tiga hari, saya hampir meremehkan amalnya dan berkata: ”Wahai Abdullah, sesungguhnya aku tidak berselisih dan bermusuhan dengan ayahku, tetapi aku mendengar Rasulullah saw. berkata tentangmu tiga kali dalam tiga majelis, bahwa akan datang kepada kalian seorang penghuni surga. Maka muncullah Anda tiga kali. Saya ingin tinggal di rumah Anda dan melihat amal Anda. Tetapi saya melihatnya biasa saja. Ketika aku hendak pergi, dia memanggilnya dan berkata, ”Apa yang aku lakukan seperti yang Anda lihat, lebih dari itu, saya tidak pernah dengki pada seorangpun dari umat Islam, tidak hasad atas kebaikan yang Allah berikan kepada mereka.” Maka berkata Abdullah bin Amru padanya, ”Inilah yang telah mengantarkan Anda (pada derajat yang tinggi, sehingga sudah mendapat jaminan masuk surga dari Rasululah saw.), dan ini yang kami belum mampu.”

Mencintai untuk Saudaranya sebagaimana mencintai untuk dirinya

Tingkatan ukhuwah pertengahan adalah merasakan apa yang dirasakan saudaranya, mencintai kebaikan untuk saudaranya sebagaimana mencintai kebaikan untuk dirinya sendiri. Rasulullah saw. Bersabda, “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga mencintai untuk saudaranya sebagaimana mencintai untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).

Itsaar

Tingkatan ukhuwah tertinggi adalah itsaar, atau mengutamakan saudaranya atas diri sendiri dalam masalah keduniaan. “….mereka (Anshar) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan….” (Al-Hasyr: 9)

Kaum Anshar adalah kelompok sahabat yang diabadikan Al-Qur’an karena sifat itsaarnya yang sangat dominan. Mereka di antaranya Sa’ad bin Raby, Abu Thalhah dan istrinya. Disebutkan ada orang Anshar yang tulus mencintai, tanpa pamrih, dan mengutamakan kawan lebih dari diri sendiri, meskipun mereka merasa lapar. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, merekalah orang yang berbahagia dan beruntung. Dalam hadits riwayat muslim dari Abu Hurairah, sepasang suami istri yang memenuhi perintah Rasulullah untuk memberi makan musafir yang kelaparan itu adalah Abu Thalhah dan Ummu Sulaim (Rumaisha binti Milhan). Mereka sendiri malam itu segera menidurkan anak-anak mereka yang lapar dan berpura-pura makan agar tamu mereka makan dengan tenang. Padahal yang sedang disantap oleh tamu mereka itu adalah satu porsi terakhir yang mereka miliki hari itu.

Munthalaq Dakwah

Kepedulian juga merupakan titik tolak dan langkah awal dari dakwah. Seorang yang tidak peduli dan prihatin dengan kondisi umatnya tidak akan mungkin bergerak dan melangkah melakukan dakwah. Oleh karena itu ketika Abbas As-Sisi sedang berjalan dengan gurunya Imam Syahid Hasan Al-Banna, Abbas As-Sisi mendengar informasi bahwa Bosnia jatuh ke tangan orang kafir. Ia berkata, ”Saya prihatin dan sedih akan nasib umat Islam di Bosnia.” Maka dengan spontan Imam Syahid Hasan Al-Banna mengatakan:” Anda telah mulai wahai Abbas”.

Sebelumnya pemimpin para nabi dan pemimpin seluruh umat manusia, Rasulullah Muhammad saw., ketika pertama mendapat risalah dakwah, beliau mengatakan, ”Habis sudah waktu untuk tidur, wahai Khadijah.” Habis sudah waktu untuk bermain-main dan senda gurau. Habis sudah waktu untuk bersenang-senang di tengah umat Islam yang sedang ditindas dan dibantai, di tengah umat Islam yang terbelakang, miskin, dan bodoh, di tengah umat Islam yang lalai dan larut dengan kemaksiatan. Habis sudah waktu untuk istirahat, rekreasi, dan tertawa-tawa di tengah umat Islam Palestina yang disembelih dan ditumpas habis oleh Zionis Yahudi. Habis sudah waktu untuk santai di tengah umat Islam Irak yang sedang dijajah dan diadu domba oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Demikianlah sikap yang mesti dimiliki oleh para pemimpin umat.

Dan ciri khas pemimpin sangat terkait dengan kepedulian terhadap umatnya. Kepedulian para pemimpin Islam terrefleksikan pada keinginan yang kuat untuk menyelamatkan manusia dari penderitaan, bukan hanya di dunia, tetapi di dunia dan akhirat. Ketika rakyatnya menderita, miskin, tertindas, maka sikap seorang pemimpin adalah bagaimana bisa menyelamatkan rakyat dan bangsanya, bukan mencari kesempatan di atas kesempitan. Dan contoh kepedulian telah dipraktikan oleh Rasulullah saw. dengan sempurna. Rasulullah saw. adalah manusia yang paling peduli, perhatian dan paling banyak berkorban untuk umatnya, sebagaimana disebutkan dalam surat At-Taubah ayat 128.

Rahmat

Ihtimam, ukhuwah, dan dakwah merupakan refleksi dari rahmat yang terpancar kepada umatnya. Dan Rasulullah saw. bukan hanya bersikap rahmat bagi umat Islam, umat manusia, bahkan rahmat bagi semesta alam. Betapa besarnya rasa kasih sayang Rasulullah saw. kepada manusia sehingga beliau menginginkan bahwa semuanya beriman kepada Allah dan beriman kepada ajaran Islam. Dengan demikian mereka akan terbebas dari penderitaan yang maha berat, yaitu bebas dari api neraka. Inilah risalah beliau yaitu mengajak manusia agar mereka memperoleh hidayah Islam.

Rasulullah saw. rela mengorbankan segala kesenangan dunia demi untuk menyelamatkan umat manusia. Jika malam hari, beliau sangat khusyuk dan lama bermunjat kepada Allah swt. agar manusia terbebas dari pola hidup jahiliyah yang akan mengantarkan mereka kepada neraka. Dan jika siang hari Rasulullah saw. terus-menerus berdakwah dan berjihad untuk menyebarkan Islam kepada seluruh manusia. Dan seluruh aktivitas yang dilakukan oleh Rasulullah saw. adalah ibadah, dakwah, dan kepedulian terhadap umatnya.

Kepedulian dan khidmah (pelayanan) adalah ciri khas pemimpin sejati dalam Islam. Sedangkan dalam manajemen modern, pelayanan atau service sangat diutamakan dan menempati posisi yang sangat penting. Maka bertemulah dua nilai yang saling mengokohkan, nilai Islam dan nilai-nilai universalitas modern. Dalam Islam ada kaidah yang bersumber dari salah satu riwayat hadits, berbunyi, “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR Ibnu Majah)

Hadits ini menurut para ulama sanadnya lemah, tetapi karena riwayatnya banyak sehingga saling menguatkan dan dapat sampai ke derajat hasan lighairihi (baik). Tetapi, sekali lagi bahwa makna hadits ini benar dan Rasulullah saw. sendiri adalah contoh dalam pelayanan dan kepedulian terhadap umatnya. Dan hadits ini sangat tepat dengan manajemen kepemimpinan modern.

Kepedulian tampaknya mudah diucapkan, tetapi hakikatnya susah direalisasikan. Ini karena manusia pada umumnya sangat mencintai dirinya sendiri dan sangat mementingkan diri sendiri, apalagi jika terkait dengan harta dan segala macam kesenangan dunia. Kepedulian hanya dapat direalisasikan jika seseorang memiliki kedalaman iman kepada Allah swt. dan hari akhir, seseorang yang sangat mengharapkan ridha Allah swt. dan kehidupan hari akhirat. Sehingga mereka akan banyak memberi, berkorban, dan peduli terhadap yang lain. Begitulah yang terjadi pada diri Rasulullah saw., para sahabat, dan generasi salafus shalih.

Dan ciri khas dari kedalaman iman akan tercermin dari kekhusukan dalam beribadah kepada Allah swt. dan akhlak yang terpuji terhadap sesama manusia. (Al-Fath: 29)

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al-Qalam: 4)

FOTO VERSI SIMPUR